Fayakhun Andriadi,
Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, begitu menyayangkan praktik pendidikan
nasional yang tidak lagi membawa iklim pembebasan bagi bangsanya. Hal ini
kontras dengan situasi pendidikan nasional di masa-masa rintisan kemerdekaan.
Selain melahirkan para tokoh-tokoh yang berkaliber nasional dan internasional,
pendidikan juga menjadi penopang bagi keberhasilan bangsa Indonesia untuk
merebut kemerdekaan bangsanya.
Fayakhun kemudian
mengungkapkan kegundahannya melalui ulasan di kompasiana.com. Ia menulis : “Sistem pendidikan nasional pada dasarnya
pernah mengajukan sebuah penerapan pola pendidikan yang membebaskan melalui
Cara Belajar Siswa Akit (CBSA). Namun pada kenyataannya, pola tersebut
cenderung merupakan slogan, mengingat pola itu hanya metode, tapi dalam
penerapannya, materi yang disampaikan merupakan barang asing yang tidak lahir
dari konteks dimana manusia itu ada.”
“Pada gilirannya, anak didik kembali menjadi
"bank" penyimpan pengetahuan. Memang mahasiswa aktif belajar dan
berdiskusi, namun yang dipelajari dan didiskusikan adalah sejumlah dali dan
rumus yang tidak ada hubungan dengan kehidupannya. Relasi guru dengan murid pun
adalah pengajar dan yang diajar. Murid adalah pihak yang tidak tahu dan harus
diberitahu, sedangkan guru adalah pihak yang tahu dan akan memberitahu,” lanjut
Fayakhun.
Ulasan Fayakhun tersebut rupanya mengundang komentar dari
para netizen. Mereka pun turut memberi gagasan, juga mengungkapkan kegundahan
soal situasi pendidikan nasional. Akun dengan nama Andi KT menulis : “Di dunia
manapun maunya gitu. Walau siswanya bisa berbeda-beda jadinya. Perjuangan tak
tak henti-hentinya”
Kemudian Idrus Bin Harun memberi penegasan tentang sistem
pendidikan nasional : “the banking concept of education adalah rujukan sebagian
besar sekolah kita dewasa ini sejak dahulu. Sehingga kita melahirkan
intelektual berbadan sehat, tapi jiwa penyakitan. Salam kenal dari Aceh.”
Akun dengan nama Odi Shalahuddin memberi komentar yang cukup
panjang. Ia mengapresiasi tulisan Fayakhun, sekaligus juga memberi penguatan.
Ia menulis : “manusia yang mampu memandang dirinya sebagai subjek sejarah yang
mampu menganalisa kehidupan diri dan lingkungannya, atas dasar kemerdekaan,
kebebasan dan kedaulatannya. Wah, luar biasa bila sistem pendidikan kita bisa
mengarah ke sana. Tapi pasti kekuasaan akan terus memainkan dengan "hidden
curriculum" yang menjadikan anak didik sebagai sapi perahan dari sistem
yang tengah dilangsungkan dan dilanggengkan. jadi kangen berekspresimen bersama
anak-anak membangun kesadaran terhadap realitas dan membangun mimpi merubah
dunia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar