Jumat, 16 Juni 2017

Fayakhun Andriadi, Fasilitas di Media Sosial tidak Dinikmati Dunia Politik Nyata



Menurut Fayakhun Andriadi semua fasilitas yang bisa mereka nikmati di sosial media ini tidak bisa mereka dapatkan di dunia politik “nyata”. Ada ruang kebebasan yang sangat luas, yang itu sangat sesuai dengan karakteristik generasi muda: pemberontak, kritis, tidak mudah menerima, dialogis, dan berbagai kecenderungan interaktif lainya.
“Jadi, sifat generasi muda yang tidak suka diperlakukan monolog (satu arah), ditampung oleh teknologi digital dalam bentuk fasilitas yang tersedia yang serba interaktif,” ungkap FayakhunAndriadi.
Untuk konteks Indonesia menurut FayakhunAndriadi apakah kehadiran teknologi digital dalam dunia politik telah berkontribusi pada peningkatan partisipasi politik generasi muda atau pemilih pemula? Belum ada data riset yang valid tentang hal ini. “Namun setidaknya ada satu fakta yang mungkin saja memiliki korelasi dengan hal itu,” ujar Fayakhun Andriadi.
Menurut Fayakhun Andriadi setelah pemilihan umum tahun 1971, tingkat partisipasi politik rakyat Indonesia mengalami penurunan secara teratur. Pada Pemilu 1971, tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 96,6 persen, dengan jumlah Golongan Putih (golput) hanya 3,4 persen. Pada dua Pemilu setelahnya, tahun 1977 dan 1982, tingkat partisipasi politik menurun namun hanya tipis saja. Pada Pemilu 1992, tingkat partisipasi politik 95,1 persen dan Pemilu 1997 mencapai 93,6 persen. Di tahun-tahun ini, angka Golput mulai merangkak ke 6,4 persen.
Jika merujuk pada dua bentuk partisipasi politik, bagi Fayakhun Andriadi mengungkapkan yaitu otonom partisipasi(autonoms participation) dan partisipasi yang dimobilisasi (mobilized participation), dapat disimpulkan bahwa tingginya partisipasi pada era Orde baru ini lebih karena faktor mobilisasi atau tekanan dari penguasa. Artinya, fakta ini tidak bisa sepenuhnya menjadi indikator.
Menurut Fayakhun Andriadi memasuki Pemilu era reformasi, Pemilu 1999, tingkat partisipasi memilih menyentuh 92,6 persen. Tapi angka Golput menjadi semakin tinggi pada Pemilu Legilatif 2004, yaitu 15,9 persen. Dengan kata lain, tingkat partisipasi politik pemilih menurun drastis menjadi 84,1 persen. Pada Pilpres 2004, tingkat partisipasi politik semakin menurun menjadi 78,2 persen dan jumlah Golput 21,8 persen.
“Pada Pemilu Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih terus mengalami penurunan hanya 70,9 persen. Pada Pilpres 2009, tingkat partisipasi politik pemilih menurun menjadi 71,7 persen dan jumlah golput mencapai 28,3 persen,” ujar Fayakhun Andriadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar